ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Kasus perdagangan orang dengan modus pernikahan pesanan antara wanita Indonesia dan pria WNA China kembali menarik perhatian publik.
Modus operandi yang digunakan oleh jaringan ini tergolong licik, dengan memanfaatkan ketidaktahuan korban tentang dokumen yang mereka tanda tangani.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa pihaknya mengungkap sindikat ini dengan mengamankan sembilan tersangka yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang yang telah berjalan lama.
Selain itu ia juga menyebutkan bahwa modus yang digunakan para pelaku adalah mengikat korban melalui perjanjian yang sering kali menggunakan bahasa asing, sehingga korban tidak sepenuhnya memahami isinya.
"Pelaku akan menawarkan pernikahan pesanan yang melibatkan pria WNA China dan wanita Indonesia. Korban diajak menandatangani perjanjian yang dibuat dalam bahasa asing, sehingga mereka tidak menyadari konsekuensinya," ujar Wira pada Sabtu, 7 Desember 2024.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan beberapa korban yang ditemukan di Semarang, Jawa Tengah, yang kemudian dipindahkan ke beberapa lokasi di Jakarta, seperti Pejaten dan Cengkareng.
Polisi berhasil menangkap sembilan tersangka dengan berbagai peran yang berbeda.
"Ada yang bertindak sebagai sponsor, ada yang berperan sebagai perekrut, dan beberapa orang lagi terlibat dalam pemalsuan identitas korban," tambah Wira.
Salah satu modus yang paling mengejutkan adalah pemalsuan identitas. Polisi menyebutkan bahwa ada korban yang usianya dipalsukan agar bisa menikah dengan pria asing.
"Kami juga menemukan fakta bahwa beberapa korban yang masih di bawah umur dipalsukan umurnya agar memenuhi persyaratan pernikahan," kata Wira.
Hal ini menunjukkan betapa seriusnya sindikat ini dalam menjalankan aksi mereka, dengan memanfaatkan kelemahan hukum dan ketidaktahuan korban.
Keuntungan yang diperoleh oleh sindikat ini terbilang sangat besar. Berdasarkan hasil penyelidikan, setiap pernikahan pesanan yang difasilitasi oleh sindikat ini dapat menghasilkan uang mulai dari Rp35 juta hingga Rp150 juta per korban.
Para tersangka mendapatkan keuntungan finansial yang luar biasa besar dengan memanfaatkan wanita Indonesia sebagai komoditas dalam jaringan pernikahan pesanan.
Barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi dari para tersangka antara lain paspor, KTP, foto-foto pernikahan, dan surat-surat yang menunjukkan adanya pemalsuan status pernikahan korban.
Semua bukti ini semakin memperkuat tuduhan bahwa para pelaku telah menjalankan tindak pidana perdagangan orang dalam jangka waktu yang panjang.
Saat ini, pihak kepolisian tengah mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap lebih banyak korban yang mungkin belum melapor.
Para tersangka yang telah ditangkap dikenakan Pasal 4 atau Pasal 6 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Apabila seluruh tersangka terbukti bersalah, maka mereka terancam hukuman penjara dengan hukuman maksimal 15 tahun.
Polisi juga terus memantau kemungkinan adanya sindikat lain yang terlibat dalam perdagangan orang dengan modus serupa.
Kasus ini menyoroti pentingnya peningkatan kesadaran akan bahaya perdagangan orang yang sering kali disembunyikan dalam lapisan-lapisan aktivitas sosial yang tampaknya sah.
Masyarakat dihimbau untuk lebih berhati-hati dan mengenali tanda-tanda adanya praktek perdagangan orang yang marak terjadi, terutama yang melibatkan janji-janji pernikahan internasional. (*/Shofia)