ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, menanggapi penemuan sertifikat hak milik (SHM) di perairan Subang, Jawa Barat, yang belakangan menjadi sorotan publik.
Kasus ini sebelumnya menjadi perhatian setelah mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkap adanya sertifikat kepemilikan di area laut Subang yang mencatut nama ratusan nelayan setempat.
Dalam keterangannya, Nusron menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait temuan tersebut.
Selain di Subang, investigasi juga akan dilakukan di dua wilayah lain yang mengalami kasus serupa, yakni Sumenep, Jawa Timur, dan Pesawaran, Lampung.
Ia menyampaikan bahwa kasus ini merupakan bagian dari persoalan yang lebih luas terkait kepemilikan lahan di wilayah perairan.
"Kami akan masuk di tiga lagi Subang (Jawa Barat), Sumenep (Jawa Timur), dan Pesawaran Lampung," ujar Nusron Wahid di Jakarta pada Kamis, 30 Januari 2025.
Pernyataan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menangani praktik pensertifikatan laut yang dinilai bermasalah dan berpotensi merugikan masyarakat.
Meski demikian, Nusron juga menjelaskan bahwa pihaknya belum melakukan pemeriksaan menyeluruh terkait kasus SHM di laut Subang.
Hal ini dikarenakan Kementerian ATR/BPN sebelumnya masih menangani kasus serupa di sejumlah daerah lain, termasuk Tangerang, Bekasi, dan Sidoarjo.
Banyaknya kasus yang harus ditangani membuat proses verifikasi terhadap kasus di Subang masih belum dilakukan secara menyeluruh.
"Yang di Subang kami belum check and recheck sampai ke sana," jelas Nusron Wahid.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun kasus tersebut telah menjadi perhatian publik, investigasi lebih mendalam masih diperlukan untuk memastikan kebenaran informasi yang beredar.
Namun, Nusron memastikan bahwa setiap laporan mengenai pagar laut yang telah bersertifikat, baik dalam bentuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maupun Sertifikat Hak Milik (SHM), akan ditindaklanjuti oleh pihaknya.
Ia menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan atau penerbitan sertifikat yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Kasus pensertifikatan wilayah perairan ini menambah daftar panjang permasalahan agraria di Indonesia.
Sejumlah pihak menilai bahwa praktik tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat pesisir, khususnya para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada laut.
Pemerintah pun diharapkan mampu memberikan solusi konkret agar kasus serupa tidak kembali terjadi di wilayah lain. (*/Risco)