ARTICLE AD BOX
Aceh, gemasulawesi - Kasus imigran etnis Rohingya yang terdampar di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, telah menarik perhatian publik dan menjadi viral.
Terlebih setelah dilaporkan adanya penyelundupan manusia yang melibatkan ratusan orang Rohingya tersebut.
Polda Aceh mengonfirmasi bahwa keberadaan imigran ini merupakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa, 22 Oktober 2024, Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Joko Krisdiyanto, S.I.K., mengatakan insiden ini terungkap setelah pihaknya menerima laporan tentang sebuah kapal yang terombang-ambing di perairan tersebut.
Baca Juga:
Geger! Kebakaran Mobil oleh OTK di Bekasi Kejutkan Warga, Polisi Beberkan Kronologi dan Modus Pelaku
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kapal itu membawa sekitar 150 imigran Rohingya, di mana tiga di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Kombes Joko menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari penemuan mayat perempuan di sekitar perairan Pelabuhan Labuhan Haji pada Kamis lalu.
Setelahnya, tim Polda menerima laporan tentang kapal motor yang tampak terombang-ambing.
Begitu dilakukan pemeriksaan, ditemukan 150 imigran etnis Rohingya di kapal itu.
Mereka diduga berangkat dari Cox's Bazar, Bangladesh, antara 9 hingga 12 Oktober 2024. Selama perjalanan, kapal mereka mengalami kesulitan dan terdampar di perairan Labuhan Haji.
Dari informasi yang diperoleh, kapal yang digunakan oleh para imigran, yaitu KM Bintang Raseuki, dibeli oleh para pelaku penyelundupan dengan harga Rp 580 juta.
Kapal ini milik seorang warga Labuhan Haji berinisial H. Pada saat tiba di perairan Aceh Selatan, jumlah imigran Rohingya yang ada di kapal mencapai 216 orang.
Sebagian dari mereka diduga telah membayar biaya perjalanan untuk menuju negara tujuan, dengan kabar bahwa 50 orang berhasil sampai ke Pekanbaru, Riau, dengan biaya Rp 20 juta, tetapi baru membayar setengahnya untuk ongkos perjalanan.
Dalam kasus ini, tiga terduga pelaku yang telah ditangkap akan dikenakan beberapa pasal, termasuk Pasal 120 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 286 Ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 terkait angkutan pelayaran tanpa izin yang mengakibatkan kematian.
Selain itu, Pasal 2 Ayat (1) dan (2) jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO serta Pasal 2 Ayat (1) huruf (j) jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang juga dapat dikenakan.
Penanganan kasus ini melibatkan tim gabungan dari Polda Aceh dan Polres Aceh Selatan, sementara penanganan terhadap imigran Rohingya akan dikoordinasikan dengan instansi terkait seperti imigrasi, IOM, dan UNHCR. (*/Shofia)