ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Politikus PDI Perjuangan, Guntur Romli, menanggapi pelaporan rekan separtainya, Rieke Diah Pitaloka, ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Diketahui bahwa Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka dilaporkan oleh seseorang bernama Alfadjri Aditia Prayoga karena dianggap memprovokasi publik untuk menolak kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 nanti.
Dugaan provokasi tersebut didasarkan pada video unggahan Rieke di media sosial dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN22% pada 5 Desember 2024.
Namun, dalam surat pemanggilan sidang yang diteken Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam, tidak disebutkan secara spesifik konten yang menjadi dasar pelaporan.
Menanggapi kabar tersebut, melalui cuitan di akun Twitter resminya @GunRomli, Guntur Romli menyebut pelaporan terhadap Rieke sebagai tindakan yang berlebihan.
Ia menilai Rieke hanya menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan menyampaikan aspirasi masyarakat terkait penolakan kebijakan PPN 12 persen.
“Laporan yg berlebihan. Rieke sedang menjalankan tugasnya sbg wakil rakyat yg menyampaikan aspirasi masyarakat,” tulis Guntur dalam cuitannya pada Minggu, 29 Desember 2024.
Lebih lanjut, ia mengkritik pelaporan ini sebagai bentuk intimidasi terhadap wakil rakyat yang kritis.
“Ini upaya mengintimidasi wakil rakyat yg kritis, agar lahir wakil rakyat yg cuma bisa 4D: datang, duduk, diam, duit,” tulisnya.
Pernyataan Guntur Romli ini pun menuai tanggapan positif dari warganet yang mendukung perjuangan Rieke Diah Pitaloka dalam menolak kebijakan PPN 12 persen.
“Orang yg pro rakyat, menyuarakan demi dan untuk kepentingan rakyat selalu dimusuhi. Semangat Rieke,” tulis akun @sar***.
Akun lain, @agr***, juga menyuarakan dukungannya, “Rakyat mendukung Rieke untuk memperjuangkan nasib rakyat. Lanjutkan perjuangan Bu Rieke.”
Bahkan, salah satu warganet, @jub***, turut menyetujui pandangan Guntur Romli dengan menulis, “Kali ini setuju. Pelaporan ke MKD amat berlebihan.”
Kasus ini mencerminkan ketegangan antara upaya wakil rakyat untuk menyuarakan aspirasi publik dan tekanan politik yang mereka hadapi.
Dalam konteks ini, pelaporan terhadap Rieke memunculkan perdebatan tentang batasan tugas anggota dewan dalam menjalankan fungsi representasi mereka.
Dukungan dari berbagai kalangan masyarakat menunjukkan bahwa sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah tetap mendapat tempat di tengah dinamika politik nasional. (*/Risco)