ARTICLE AD BOX
Palembang, gemasulawesi - Kasus penganiayaan terhadap dokter koas Universitas Sriwijaya, Muhammad Luthfi Hadhyan, yang terjadi di Palembang, Sumatera Selatan, akhirnya memasuki babak baru.
Pelaku, seorang pria berinisial FD, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumsel pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Insiden ini bermula pada Selasa, 10 Desember 2024, ketika FD melakukan kekerasan terhadap Luthfi di sebuah kafe di Palembang.
Kejadian tersebut memicu kegaduhan di jagat maya, terutama karena korban dan pelaku terlibat dalam pertemuan terkait tugas koas di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Baca Juga:
KPID Adakan Kegiatan Literasi bagi Kelompok Perempuan Peduli Siaran di Sulteng
Dalam pertemuan itu, ibu dari Lady A. Pramesti, rekan koas Luthfi, bernama Sri Meilina atau Lina, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap jadwal tugas jaga yang disusun oleh Luthfi.
Menurut Lina, jadwal tersebut dinilai memberatkan Lady karena harus bertugas pada malam tahun baru.
Lina hadir bersama sopir pribadinya, FD, yang kemudian menjadi pelaku pemukulan. Sementara itu, Luthfi ditemani seorang rekan perempuannya yang juga dokter koas.
Selama Lina berbicara, Luthfi hanya diam dan mendengarkan, yang akhirnya memicu kemarahan FD.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Berharap IDAI Dapat Membantu Pemda Mengoptimalisasi Pelayanan Kesehatan
Tersangka mulai mengintimidasi korban dengan mendorong bahu kanan dan kiri sebelum memukul wajah bagian kiri Luthfi.
Korban sempat mencoba memberikan penjelasan, tetapi hal itu tidak meredakan emosi pelaku. Akibat kejadian ini, Luthfi harus dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Setelah menyerahkan diri kepada polisi, FD mengaku menyesali tindakannya dan meminta maaf kepada korban serta keluarganya.
"Saya juga meminta maaf kepada korban Luthfi dan keluarganya," ujar FD saat jumpa pers di Mapolda Sumsel, Sabtu, 14 Desember 2024.
Ia juga menegaskan bahwa tindakannya sepenuhnya didasarkan pada kekhilafannya sendiri dan tidak ada pihak lain yang menyuruhnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk tidak mudah terpancing emosi, apalagi sampai melakukan aksi main hakim sendiri di depan umum.
Perilaku seperti ini tidak hanya mencederai norma sosial, tetapi juga membawa konsekuensi hukum yang serius.
Masyarakat diharapkan dapat menahan diri dan menyelesaikan konflik secara damai tanpa harus melibatkan kekerasan.
Kejadian ini juga menjadi pelajaran agar kita lebih bijak dalam menghadapi perbedaan pendapat, khususnya dalam situasi yang melibatkan kepentingan bersama. (*/Risco)