ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara resmi memecat Effendi Simbolon dari keanggotaan partai.
Pemecatan ini terjadi setelah Effendi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono dalam Pilkada Jakarta 2024.
Langkah tersebut dianggap berseberangan dengan sikap resmi PDIP yang menjadi lawan pasangan tersebut dalam kontestasi politik ini.
Keputusan pemecatan dikonfirmasi oleh Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, pada Sabtu, 30 November 2024.
Djarot menyatakan bahwa Effendi telah melanggar kode etik, disiplin, serta AD/ART partai.
Kabar ini segera menjadi sorotan publik dan memicu berbagai reaksi sejak diumumkan.
Pemecatan Effendi juga mendapat tanggapan dari pegiat media sosial, Said Didu, yang secara terbuka mengkritik langkah PDIP tersebut.
Dalam cuitannya di platform X, Said mempertanyakan mengapa PDIP tidak berani mengambil tindakan serupa terhadap Joko Widodo dan keluarganya.
Jokowi, yang merupakan Presiden ke-7 Indonesia dan kader PDIP, saat ini dianggap berada di posisi yang berseberangan dengan partai.
“Kenapa @PDI_Perjuangan gak pernah berani pecat Jokowi dan keluarganya?” tulis Said Didu, menyoroti adanya kemungkinan standar ganda dalam pengambilan keputusan di internal PDIP.
Cuitan ini memancing diskusi lebih lanjut di media sosial, terutama terkait dinamika politik internal di partai.
Warganet pun turut meramaikan perbincangan tersebut dengan berbagai komentar.
Sebagian besar mempertanyakan alasan di balik ketidaktegasan PDIP terhadap Jokowi dan keluarganya.
“Jokowi, Gibran, Bobby apa sudah dipecat dari kader PDIP ya?” tanya akun @har*** menanggapi cuitan dari Said Didu terkait pemecatan Effendi Simbolon.
Sementara itu, akun @sak*** menyatakan dukungannya terhadap pertanyaan Said Didu dan meminta klarifikasi lebih lanjut.
"nah setuju banget pak. ini yg sangat perlu jawaban dan konfirmasinya," tulis balasan lain dari akun @sak***.
Keputusan PDIP untuk memecat Effendi Simbolon menunjukkan langkah tegas terhadap pelanggaran disiplin partai, tetapi juga membuka ruang bagi kritik terhadap konsistensi sikap partai terhadap kader lainnya.
Persoalan ini menjadi refleksi atas tantangan yang dihadapi partai dalam menjaga solidaritas dan disiplin internal di tengah dinamika politik nasional yang semakin kompleks. (*/Risco)