ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Masuknya puluhan ribu kontainer tekstil ilegal dari China ke Indonesia menjadi ancaman serius bagi industri tekstil dalam negeri.
Berdasarkan laporan terbaru, sekitar 72 ribu kontainer tekstil ilegal telah memasuki pasar Indonesia sepanjang tahun ini.
Hal ini semakin memperburuk situasi industri tekstil nasional yang sebelumnya telah menghadapi tantangan berat akibat pandemi, lonjakan harga bahan baku, dan persaingan harga dengan produk impor murah.
Cucun Ahmad Syamsurijal, Pimpinan Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat DPR, menyebut bahwa tekstil ilegal yang masuk secara masif tidak hanya merugikan pelaku usaha lokal tetapi juga berdampak pada peningkatan angka pengangguran.
Baca Juga:
Bongkar Modus Baru! Sabu 130 Gram Diselundupkan Lewat Kandang Burung di Lapas Tangerang
"Industri tekstil kita sedang berada di ujung tanduk. Jika tekstil ilegal ini terus dibiarkan masuk tanpa pengawasan ketat, maka kita akan kehilangan salah satu sektor padat karya yang sangat penting," ujar Cucun.
Keberadaan tekstil ilegal tersebut membuat produk lokal sulit bersaing.
Dengan harga yang jauh lebih murah, produk ilegal ini menguasai pasar, memukul para pelaku usaha lokal yang sudah tertekan oleh tingginya biaya produksi.
"Barang-barang impor ilegal ini dijual dengan harga yang tidak wajar sehingga para pelaku usaha nasional sulit untuk bersaing," jelas Cucun.
Ia menambahkan, kebijakan Permendag Nomor 8/2024 turut memperparah situasi. Kebijakan ini mempermudah masuknya barang impor dengan harga murah tanpa kontrol yang ketat.
"Kami mendesak pemerintah untuk segera merevisi Permendag ini, karena jika tidak, maka industri tekstil dalam negeri akan semakin terpuruk," tegasnya.
Dampak nyata dari maraknya tekstil ilegal adalah meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga Oktober 2024, hampir 60 ribu pekerja tekstil telah kehilangan pekerjaannya.
DKI Jakarta menjadi provinsi dengan angka PHK tertinggi, mencapai 14.501 orang, meningkat hingga 94 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Di sisi lain, angka PHK di Jawa Tengah tercatat menurun sebesar 23,8 persen menjadi 11.252 orang, sedangkan Banten mencatat kenaikan 15,47 persen dengan total 10.524 pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Lonjakan angka PHK ini menunjukkan bahwa industri tekstil sedang dalam kondisi yang sangat kritis.
Cucun menegaskan, diperlukan langkah cepat dan tegas dari pemerintah untuk mengatasi masuknya tekstil ilegal ini.
Baca Juga:
3 Warga Palestina Tewas dalam Aksi Saling Dorong untuk Mendapatkan Roti di Jalur Gaza
Salah satu upaya yang disarankan adalah meningkatkan pengawasan di jalur masuk barang impor, terutama di pelabuhan.
"Pemerintah harus lebih ketat dalam mengawasi barang masuk ke Indonesia, terutama melalui jalur yang sering digunakan untuk penyelundupan," katanya.
Selain itu, ia juga mendorong pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan guna menekan peredaran barang ilegal ini.
"Pemerintah harus melibatkan semua pihak, termasuk asosiasi industri, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah, agar masalah ini dapat diatasi secara menyeluruh," ujarnya.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor strategis yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
Baca Juga:
Pemukim Penjajah Israel Dilaporkan Menyerang Penggembala Palestina di Hebron Tepi Barat
Sektor ini menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan berkontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jika tidak segera diatasi, krisis ini dapat berdampak panjang pada perekonomian Indonesia.
"Daya beli masyarakat akan semakin turun jika industri ini mati, dan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang dicanangkan pemerintah akan sulit tercapai," kata Cucun.
Ia juga mengingatkan bahwa jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin kelas menengah yang selama ini menopang konsumsi domestik akan merosot menjadi kelas bawah atau bahkan jatuh ke jurang kemiskinan.
Maraknya tekstil ilegal dari China menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan industri tekstil nasional.
Dengan pengawasan yang lemah dan kebijakan impor yang kurang ketat, industri lokal semakin tertekan.
Untuk itu, diperlukan langkah nyata dari pemerintah, termasuk merevisi kebijakan yang merugikan, meningkatkan pengawasan, dan menindak tegas para pelaku penyelundupan.
Hanya dengan langkah yang tegas, industri tekstil nasional dapat kembali bangkit dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. (*/Shofia)