ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Pakar hukum tata negara sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menyoroti pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai koruptor yang disampaikan dalam perayaan Natal di Senayan, Jakarta, pada Sabtu, 28 Desember 2024.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menjelaskan bahwa ia tidak bermaksud memaafkan koruptor begitu saja, melainkan ingin mendorong mereka untuk bertobat dan mengembalikan uang hasil korupsi kepada negara.
Menurut Presiden, ajakan tersebut berlandaskan pada ajaran agama.
"Ada yang mengatakan Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu," tegas Presiden Prabowo.
"Bukan saya maafkan koruptor, tidak. Saya mau sadarkan mereka. Ya terlanjur berbuat dosa ya bertobatlah itu kan ajaran agama, kasihan rakyat, kembalikan uang itu," tambah penjelasan Presiden Prabowo.
Namun, pandangan tersebut mendapat kritik tajam dari Feri Amsari. Melalui cuitannya di akun Twitter resminya @feriamsari pada Minggu, 29 Desember 2024.
Feri mempertanyakan relevansi konsep pertobatan agama dalam sistem pemidanaan terhadap koruptor.
Ia menilai pendekatan tersebut tidak tepat untuk diterapkan dalam konteks hukum negara.
"Presiden makin pidato makin ngawur...kok ada konsep pertobatan agama dalam pemidanaan koruptor? Asli ngawur," tulis Feri dalam cuitannya.
Kritik tersebut mencerminkan ketidaksetujuan Feri terhadap gagasan Presiden Prabowo, yang dinilainya melenceng dari prinsip-prinsip penegakan hukum dalam memberantas korupsi.
Cuitan Feri Amsari pun menuai beragam tanggapan dari warganet. Sebagian besar warganet mendukung pandangan Feri dan menganggap bahwa urusan pertobatan merupakan ranah pribadi, sedangkan korupsi adalah kejahatan publik yang harus dihukum.
"Tobat mah urusan pribadi. Maling duit itu urusan negara dan wajib dipidana," tulis akun @mat***.
Senada dengan itu, akun @ema*** menambahkan, "Makin kesini makin asbun."
Namun, ada pula warganet yang memberikan perspektif berbeda. Salah satunya adalah akun @yog*** yang mencoba memahami konteks pidato Presiden Prabowo.
"Itu konteksnya umum bang, setiap manusia yg berbuat salah bertaubat lah...didepan tokoh agama dan dlm acara natal," tulisnya.
Berbagai respons ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo memicu perdebatan di masyarakat.
Di satu sisi, ada yang mengkritik pendekatan religius dalam pemidanaan koruptor, sementara di sisi lain ada yang berupaya memahami pesan moral yang ingin disampaikan Presiden dalam konteks acara keagamaan.
Meski demikian, persoalan pemberantasan korupsi tetap menjadi isu sensitif yang memerlukan pendekatan tegas dan konsisten sesuai prinsip hukum negara. (*/Risco)