ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Dedek Prayudi, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan RI, mendapatkan berbagai bantahan dari warganet setelah menjelaskan alasan Indonesia dinobatkan sebagai negara paling optimistis menyambut tahun 2025.
Melalui cuitan di akun Twitter resminya @Uki23 pada Minggu, 29 Desember 2024, Dedek melampirkan berita mengenai survei dari Ipsos, sebuah lembaga asal Prancis, yang menempatkan Indonesia di urutan pertama sebagai negara paling optimistis.
Survei tersebut melibatkan lebih dari 20 ribu responden dari 33 negara, dengan Indonesia menempati posisi teratas, diikuti Kolombia, China, dan Filipina.
Dalam cuitannya, Dedek Prayudi memaparkan beberapa alasan yang menurutnya menjelaskan hasil survei tersebut.
Ia menyebut bahwa inflasi di Indonesia terkendali di kisaran 2,5%-3%, pertumbuhan ekonomi stabil di angka 5%, serta tren kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan terus menurun.
"Inflasi terkendali, diproyeksikan berada di kisaran 2,5%-3%. Pertumbuhan stabil di 5%an. Tren kemiskinan, pengangguran & ketimpangan juga terus turun. Wajar optimis," tulis Dedek dalam cuitannya.
Namun, tanggapan dari warganet terhadap pernyataan Dedek Prayudi justru mayoritas bernada kritis. Banyak yang merasa bahwa realitas di lapangan tidak sesuai dengan optimisme yang digambarkan.
Salah satu warganet dengan akun @bun*** menuliskan, "Mas Uki, sekali kali turun kebawah... Baru kali ini, saya merasakan kondisi kurang optimis di 2025. Hal yg sama dgn teman teman saya semua, dgn berbagai profesi dan bisnis... Bagaimana mau optimis, pajak dan kenaikan macam macam biaya... Coba lihat data belanja masyarakat juga."
Balasan tersebut menyoroti tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat, seperti pajak yang meningkat dan kenaikan biaya hidup.
Tanggapan lain yang juga menyoroti ketidaksesuaian antara pernyataan Dedek Prayudi dan kenyataan datang dari akun @bis*** yang mengatakan,"Pengangguran dan ketimpangan menurun? Anda pasti orang baru di negara ini."
Selain itu, akun @mil*** menanggapi dengan lebih singkat, "Halu amat tuh ketikan," sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap klaim optimisme yang disampaikan Dedek.
Kritik dari warganet ini mencerminkan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan sosial saat ini, meskipun survei internasional memberikan hasil yang berbeda.
Perdebatan mengenai optimisme Indonesia di tahun 2025 menunjukkan adanya perbedaan perspektif antara data makroekonomi dan pengalaman sehari-hari masyarakat.
Di satu sisi, pemerintah dan lembaga internasional mungkin melihat indikator ekonomi yang menjanjikan, tetapi di sisi lain, masyarakat merasakan beban yang berbeda.
Diskusi ini menjadi cerminan penting untuk memahami kompleksitas situasi sosial-ekonomi di Indonesia menjelang tahun baru. (*/Risco)