ARTICLE AD BOX
Makassar, gemasulawesi – Debat kandidat kedua dilaksanakan oleh KPU Provinsi Sulawesi Selatan menghadirkan 2 pasangan calon gubernur dan juga wakil gubernur yang saling adu strategi pengelolaan hutan dampak maraknya tambang diduga merusak lingkungan hingga memicu terjadi bencana.
Pasangan calon nomor urut satu Moh Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad (DIA) yang memperoleh pertanyaan berkaitan dengan bagaimana upaya pengelolaan hutan karena data Kementerian ESDM terdapat 261 IUP atau Izin Usaha Pertambangan di Sulawesi Selatan, angkanya lebih tinggi dari Sulawesi Tenggara 229 IUP.
Moh Ramdhan Pomanto mengungkapkan walaupun otoritasnya di pusat dan sebagai upaya melindungi masyarakat, pihaknya akan meminta evaluasi terutama siapa-siapa saja yang memanfaatkan hutan itu dengan tidak mematuhi aturan lingkungan hidup.
“Tingginya jumlah izin yang dikeluarkan itu dapat menimbulkan ancaman serius untuk iklim, limbah, biodervisity, dan polusi sehingga dibutuhkan upaya-upaya maupun strategi menangani persoalan itu,” ucapnya.
Dikutip dari Antara, dia mengingatkan risiko pembukaan lahan di hulu yang memberikan dampak pada bencana di hilir, seperti yang terjadi di Luwu, Sidrap, dan Toraja karena pembukaan di hulu.
Oleh sebab itu, perlindungan kawasan hulu harus menjadi prioritas karena degradasi di hulu akan mengancam lahan pertanian dan juga ekosistem di wilayah hilir.
“Jika hulu tidak dilindungi, maka daerah hilir akan habis dan pertanian dapat hancur,” ujarnya.
Dia menegaskan telah saatnya sepakat dengan pusat agar hulu dapat dilindungi,” katanya.
Moh Ramdhan Pomanto yang juga akrab disapa dengan Danny Pomanto ini menyatakan strategi perlindungan tata kelola hutan dengan mengusulkan pendekatan yang berbasis ekonomi biru dan juga teknologi hijau untuk mengembangkan tambang yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, dibutuhkan juga koordinasi secara baik antara pemerintah pusat dan juga daerah, khususnya dalam upaya menjaga kawasan hulu dan sungai sebagai sumber air bersih untuk masyarakat.
Dia juga mengkritisi kebijakan RDTR atau Rencana Detail Tata Ruang yang selama ini dinilai kurang melibatkan masyarakat, terutama masyarakat adat seperti di Rampi, Rongkong, dan Seko di Luwu raya. (Antara)