Meresapi Pemikiran Tan Malaka Seperti Berkaca pada Cermin Retak, Memunculkan Mozaik Gagasan yang Membingungkan

3 weeks ago 6
ARTICLE AD BOX

Nasional, gemasulawesi – Meresapi pemikiran Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau Tan Malaka seperti berkaca pada cermin yang retak, memunculkan mozaik gagasan yang mencengangkan, membingungkan, dan juga berbahaya.

Dalam sejarah Indonesia, Tan Malaka berdiri di antara kekaguman dan kontroversi.

Gagasan dan idealisme Tan Malaka, seperti yang dituangkan dalam Naar de Republiek Indonesia atau Menuju Republik Indonesia dan Madilog atau Materialisme, Dialektika, Logika, pernah dilarang di negerinya sendiri.

Banyak juga yang mengibaratkan sosoknya sebagai Che Guevara-nya Indonesia karena sama-sama merupakan sosok revolusi yang ikonik.

Baca Juga:
Kementan Pastikan Akan Bekerja Sama dengan Pemda untuk Perlancar Distribusi Bahan Baku Pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis

Dalam Naar de Republiek Indonesia, diketahui Tan menggagas republik sebagai pemerintahan ideal yang dipimpin rakyat tanpa diskriminasi.

Konsep ini lahir jauh sebelum Soekarno, Hatta, serta tokoh lain mencetuskan proklamai kemerdekaan.

Tan menginginkan kemerdekaan 100 persen tanpa kompromi, berbeda dengan Soekarno-Hatta yang memilih diplomasi.

Dikutip dari Antara, Tan Malaka menghubungkan kemerdekaan politik dengan transformasi sosial dan ekonomi.

Baca Juga:
Jokowi Singgung Megawati Saat Dikaitkan dengan Ucapan Hasto Kristiyanto Soal Jabatan Presiden 3 Periode

Dalam Madilog, dia menawarkan pendekatan rasional untuk memecahkan persoalan masyarakat, dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai senjata melawan ketidakadilan.

Meski begitu, keterkaitannya dengan Marxisme membuat Tan dianggap berbahaya, terutama di era Orde Baru, sehingga buku-bukunya dilarang bersama dengan karya Karl Marx dan Lenin.

Tetapi, pemikiran Tan melampaui komunisme. Madilog, misalnya, merupakan karya yang sangat berorientasi pada rasionalitas, mengajarkan cara berpikir kritis dan ilmiah kepada masyarakat.

Sebagai magnum opus Tan Malaka, Madilog juga menyajikan pemikiran yang relevan apabila dikaitkan dengan berbagai macam diskursus termasuk mengenai kemiskinan yang depresif.

Baca Juga:
Soroti Natalius Pigai yang Singgung Kegagalan Mahfud MD, Denny Siregar: Ga Usah Ngurus yang Bukan Tupoksinya

Dia menuliskan di antaranya ‘Si lapar yang kurus kering tidak akan dapat kita kenyangkan dengan kata kenyang saja walaupun kita ulangi 1001 kali’.

Kutipan itu adalah elaborasi dari pemikiran seorang Tan yang ingin menerangkan bahwa hanya sekadar kata-kata tidak akan mampu mengadakan sesuatu.

Sayangnya, stigma terhadap Marxisme membuat karya-karya Tan Malaka sulit untuk diakses.

Baru setelah reformasi, masyarakat mulai membaca kembali gagasan-gagasannya.

Baca Juga:
Rieke Diah Pitaloka Dilaporkan ke MKD Karena Kritik PPN 12 Persen, Guntur Romli: Ini Upaya Intimidasi Wakil Rakyat

Minat terhadap karya Tan meningkat tetapi pelarangan di masa lalu menyisakan dampak, terutama dalam hal literasi sejarah bangsa. 

Oleh Hanni Sofia (Antara)

Read Entire Article