ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Media sosial baru-baru ini digegerkan oleh beredarnya video deepfake yang memperlihatkan Presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah pejabat tinggi negara.
Tidak hanya Presiden Prabowo, video tersebut juga melibatkan deepfake Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam video tersebut, tampak mereka memberikan imbauan tentang program bantuan pemerintah untuk masyarakat yang membutuhkan.
Namun, video itu ternyata merupakan alat yang digunakan sindikat penipu untuk memanipulasi korban.
Dengan memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI), pelaku berhasil menciptakan video deepfake yang tampak meyakinkan.
Video tersebut mencantumkan nomor WhatsApp yang diarahkan kepada tersangka untuk menipu korban.
Korban diminta mendaftar sebagai penerima bantuan dengan terlebih dahulu membayar sejumlah uang sebagai biaya administrasi.
Korban yang percaya kemudian mentransfer uang kepada pelaku dengan harapan menerima bantuan pemerintah.
Namun, bantuan yang dijanjikan tidak pernah ada. Dalam banyak kasus, pelaku terus meyakinkan korban untuk mengirimkan lebih banyak uang, hingga total kerugian mencapai jutaan rupiah.
Modus ini diduga telah berlangsung lama, bahkan sejak tahun 2020, dengan korban yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri segera melakukan penyelidikan setelah video ini menjadi viral.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku utama di balik modus ini adalah seorang pria berinisial AMA (29).
Polisi akhirnya menangkap tersangka AMA di Dusun 1, Kelurahan Bumi Nabung Ilir, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen. Pol. Himawan Bayu Aji menjelaskan bahwa tersangka AMA sudah menjalankan modus penipuan ini selama lima tahun.
“Tersangka memanfaatkan deepfake video untuk menyebarkan informasi palsu tentang bantuan pemerintah. Ini adalah tindak kejahatan serius karena melibatkan teknologi canggih dan berdampak luas,” ungkap Himawan dalam konferensi pers pada Kamis, 23 Januari 2025.
Lebih lanjut, Himawan mengungkapkan bahwa korban yang terdata sejauh ini berjumlah 11 orang.
Para korban mengalami kerugian dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp250.000 hingga Rp1.000.000.
Baca Juga:
BMKG Sampaikan Dampak Hidrometeorologi di Sulteng Masih Berpotensi Terjadi hingga Maret 2025
“Kami meyakini jumlah korban sebenarnya lebih banyak karena pelaku sudah menjalankan modus ini sejak 2020,” tambahnya.
Selain menangkap AMA, polisi juga mengidentifikasi anggota lain dari sindikat ini.
Salah satu pelaku berinisial FA saat ini telah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Himawan memastikan pihaknya akan terus mengusut kasus ini hingga seluruh pelaku berhasil ditangkap.
Dalam kasus ini, AMA dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, tersangka juga dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Ancaman hukuman yang menanti pelaku adalah pidana penjara maksimal enam tahun.
Polisi berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap informasi yang beredar di media sosial, terutama jika melibatkan iming-iming bantuan atau hadiah.
Teknologi seperti deepfake kini kerap disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan.
Dengan semakin canggihnya teknologi, Brigjen. Pol. Himawan juga mengimbau masyarakat untuk memeriksa ulang informasi yang diterima, terutama yang berasal dari sumber tidak resmi.
“Jangan mudah percaya dengan video atau pesan yang mencantumkan nomor pribadi untuk bantuan pemerintah. Laporkan segera ke pihak berwenang jika menemukan hal mencurigakan,” pungkasnya. (*/Shofia)