ARTICLE AD BOX
Internasional, gemasulawesi - Baru-baru ini, anggur shine muscat yang populer dengan rasa manis dan penampilannya yang menarik, menuai perhatian serius setelah dugaan kandungan zat berbahaya di dalamnya terungkap.
Beberapa konsumen melaporkan kekhawatiran tentang kemungkinan adanya residu pestisida dalam anggur ini, sehingga Thailand dan Malaysia mulai melakukan penyelidikan mendalam untuk memastikan keamanan produk tersebut.
Temuan awal menunjukkan adanya kandungan pestisida dalam kadar tinggi, yang dikhawatirkan dapat berdampak pada kesehatan masyarakat.
Pada awal Oktober 2024, Thai-PAN (Pesticide Alert Network) bersama lembaga konsumen Majalah Chalard Sue mengambil sampel dari berbagai titik penjualan di Bangkok dan sekitarnya.
Sebanyak 24 sampel anggur shine muscat dikumpulkan dari 15 lokasi berbeda, di mana sebagian besar anggur yang diuji berasal dari China.
Sampel kemudian dikirimkan ke laboratorium BVAQ yang terakreditasi ISO 17025 untuk mengidentifikasi kandungan pestisida dalam buah tersebut.
Hasilnya, sebanyak 23 dari 24 sampel ternyata mengandung residu pestisida dalam kadar yang melebihi batas aman.
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa anggur shine muscat mengandung 14 jenis pestisida berbeda, termasuk pestisida yang tergolong dalam kategori berbahaya.
Salah satu yang ditemukan adalah klorpirifos, yaitu pestisida yang telah dilarang penggunaannya di Thailand.
Klorpirifos diketahui memiliki efek berbahaya pada sistem saraf manusia dan berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang jika terkonsumsi secara terus-menerus.
Selain itu, pestisida sistemik ditemukan mendominasi residu dalam anggur ini.
Pestisida jenis ini dikenal sulit untuk dihilangkan bahkan setelah dicuci, karena zatnya menyerap langsung ke dalam jaringan buah.
Sebanyak 50 residu bahan kimia terdeteksi dalam sampel, dengan 26 di antaranya diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya kategori Tipe 3, dan dua lainnya termasuk Tipe 4 yang tergolong paling toksik.
Jenis pestisida sistemik yang ditemukan pada anggur ini dianggap berisiko tinggi karena sulit terurai dan memiliki potensi untuk terakumulasi dalam tubuh, sehingga meningkatkan risiko paparan bagi konsumen.
Penemuan ini sontak memicu reaksi keras dari masyarakat di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia.
Banyak pihak mendesak agar pemerintah lebih memperketat pengawasan terhadap produk impor, khususnya yang berasal dari China.
Publik mendesak agar setiap produk impor, terutama dari sektor pangan, memiliki label informasi yang jelas tentang negara asal serta hasil pengujian keamanan.
Beberapa lembaga konsumen juga mengusulkan agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan uji acak pada buah impor di pasar-pasar, agar setiap produk yang masuk ke Indonesia bebas dari pestisida berbahaya.
Selain itu, implementasi Good Agricultural Practices (GAP) pada produk impor bisa menjadi solusi untuk memastikan keamanan pangan nasional.
Reaksi konsumen di Indonesia terhadap kasus ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi semakin penting di tengah maraknya produk impor.
Sebagai langkah pencegahan, BPOM diharapkan dapat meningkatkan frekuensi pengujian laboratorium serta pengawasan ketat pada setiap produk impor, khususnya buah-buahan yang cenderung mengandung residu pestisida tinggi. (*/Shofia)