ARTICLE AD BOX
Internasional, gemasulawesi – Ahmed al-Soufi, yang merupakan Wali Kota Rafah, menyatakan sementara pasukan penjajah Israel telah ditarik dari pusat kota Rafah sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata, mereka tetap ditempatkan di sepanjang Koridor Philadelphi, jalur tanah yang berbatasan dengan Mesir, dan terus melakukan serangan.
Wali Kota Rafah menyampaikan Rafah sangat berbahaya, warga sebaiknya tidak terburu-buru kembali.
Militer penjajah Israel juga memperingatkan warga sipil untuk menghindari wilayah dalam radius 700 meter dari perbatasan dan menetapkannya sebagai zona merah.
Akibat kehadiran penjajah Israel, Rafah tetap berbahaya bahkan di wilayah di luar zona merah.
Baca Juga:
Tim Khusus Membersihkan Persenjataan dan Rudal yang Tidak Meledak di Semua Provinsi Jalur Gaza
“Akses ke bagian selatan kota dekat poros perbatasan tidak tersedia,” ujarnya.
Dia menambahkan meskipun wilayah barat laut, utara, dan timur relatif lebih aman karena jaraknya dari poros, wilayah-wilayah itu masih rentan terhadap tembakan penjajah Israel.
Dia mengimbau warga untuk bersabar dan tidak terburu-buru kembali ke kota, terutama di wilayah tengah dan selatan, yang hancur dan tidak mempunyai kondisi kehidupan dasar.
“Tanpa penarikan penuh pasukan penjajah Israel, Rafah akan tetap menjadi wilayah yang sangat berbahaya,” ungkapnya.
Di sisi lain, warga Palestina di Kota Gaza, banyak yang telah melakukan perjalanan kembali ke utara, telah mengantre untuk mendapatkan makanan dan pasokan bantuan lainnya dari bahan-bahan bantuan tetapi sumber daya terbatas.
Seorang pria Palestina yang kembali ke Kota Gaza dari Jalur Gaza selatan, Ahmed Suker, mengatakan dia berharap lembaga-lembaga bantuan mendirikan lebih banyak toko roti.
“Jumlah orangnya sangat banyak, butuh waktu berjam-jam hanya untuk mendapatkan 1 roti,” katanya.
Khalil Alwan, pria lain, menyebutkan jumlah toko roti di utara tidak cukup untuk menampung kembalinya warga yang mengungsi.
Dia menyampaikan warga menghadapi kesulitan besar untuk mendapatkan sepotong roti karena banyaknya warga pengungsi yang kembali telah menyebabkan krisis.
“Kami telah menunggu sejak subuh hanya untuk mendapatkan beberapa potong roti,” tuturnya.
Dia menambahkan jika menghabiskan waktu berjam-jam mengantre roti dan lebih banyak lagi mengantre air, hari akan berakhir.
“Dengan cara ini, kami tidak akan mampu bertahan. Ini benar-benar krisis,” tandasnya. (*/Mey)