ARTICLE AD BOX
Bali, gemasulawesi - Pesta kembang api yang berlangsung di Pantai Berawa, Kuta Utara, Bali, baru-baru ini mengundang perhatian publik setelah video acara tersebut viral di media sosial.
Video itu menampilkan suasana hening saat umat Hindu melakukan upacara keagamaan, yang tiba-tiba terganggu oleh ledakan kembang api.
Momen ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana pariwisata dan budaya dapat hidup berdampingan tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional.
Sebagai pengelola Finn's Beach Club, pihak manajemen menyatakan bahwa mereka senantiasa menghormati adat istiadat Bali dan memiliki lebih dari 1.500 karyawan lokal.
Namun, klaim ini tak mampu meredakan keluhan masyarakat sekitar yang telah lama mengeluhkan suara bising dari pesta kembang api yang berlangsung hampir setiap hari.
Pihak desa dan banjar setempat bahkan telah mengadakan pertemuan untuk mencari solusi atas masalah ini, namun keluhan mereka seolah tak diindahkan.
Kepala Adat Berawa, I Wayan Kumarayasa, menekankan bahwa masyarakat sudah berulang kali menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap kegiatan kembang api tersebut.
“Kami pernah mengajukan surat resmi yang menolak penggunaan kembang api setiap hari, tetapi permohonan kami tidak pernah dipedulikan,” ungkap Kumarayasa dengan nada kecewa.
Dalam hal ini, pihak pengelola beach club tetap bersikukuh bahwa mereka telah mendapatkan izin dari kepolisian untuk menyelenggarakan pesta kembang api tersebut.
Reaksi masyarakat yang terekam di media sosial semakin memperburuk situasi.
Banyak netizen yang mengecam tindakan Finn's Beach Club dan menyerukan agar mereka lebih menghormati tradisi lokal.
Komentar-komentar yang muncul mencerminkan kepedulian masyarakat Bali terhadap adat istiadat mereka yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Salah satu pengguna Instagram menyebutkan, “Hormati warga lokal! Mereka sedang beribadah, jangan ganggu!”
Menurutnya, ketidakpahaman akan tradisi lokal dapat menciptakan ketegangan antara wisatawan dan penduduk setempat.
Insiden ini menunjukkan bahwa meskipun pengelola memiliki izin dan kepentingan ekonomi, penting untuk menjaga keseimbangan dengan budaya lokal.
Dialog yang lebih baik antara pengelola dan masyarakat setempat sangat diperlukan agar insiden serupa tidak terulang.
Baca Juga:
Heboh! Anggota PPSU di Jakarta Selatan Ditodong Senjata Tajam, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan
Dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, diharapkan pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian adat istiadat yang telah ada. (*/Shofia)