ARTICLE AD BOX
Surabaya, gemasulawesi - Seorang pengasuh bayi (baby sitter) berinisial NB di Surabaya harus berurusan dengan hukum setelah diduga memberikan obat keras kepada anak majikannya yang masih balita.
Kasus ini mencuat ketika ibu korban, LK, melaporkan NB kepada pihak berwajib.
Peristiwa ini terjadi saat mereka tinggal di kawasan Kendangsari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya.
Kasus ini mulai Terungkap dari kecurigaan majikan alias ibu korban.
LK mulai curiga ketika anaknya, yang berusia 2 tahun 3 bulan, sering mengalami muntah-muntah setelah makan dan minum sejak usianya menginjak 16 bulan.
Hal ini terjadi meskipun anaknya, yang diasuh NB sejak berusia 5 bulan, tidak pernah menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan sebelumnya.
Kecurigaan LK semakin kuat ketika pada Agustus 2024, asisten rumah tangga lainnya, SS, menemukan gelas milik korban di dalam laci wastafel dengan serbuk oranye yang mengering serta botol kecil berisi pil berwarna oranye dan biru.
Kecurigaan LK semakin menjadi setelah dia menemukan aplikasi belanja online di ponsel NB yang digunakan untuk membeli pil-pil tersebut.
Berdasarkan rekaman CCTV di rumahnya, LK melihat adanya kejadian mencurigakan pada 28 Agustus 2024 sekitar pukul 13.12 WIB, yang kemudian menjadi bukti penting dalam penyelidikan.
Kasus ini pun menjadi sorotan usai Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman memberikan keterangan resminya baru-baru ini.
Farman menjelaskan kronologi kejadian serta tindakan yang telah diambil pihak kepolisian terhadap tersangka NB.
Pernyataan resmi ini menarik perhatian publik, terutama karena kasus tersebut melibatkan pengasuhan anak yang seharusnya memberikan rasa aman, namun justru berakhir dengan tindakan yang membahayakan kesehatan anak majikan.
Setelah laporan diterima oleh SPKT pada 30 Agustus 2024, polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Farman, menyatakan bahwa polisi telah memeriksa 12 saksi, termasuk dari pihak keluarga, pengasuh, dan ahli pidana serta farmasi.
“Kami telah memeriksa saksi dari keluarga, pengasuh lain, serta ahli pidana, anak, dan farmasi,” jelas Farman, dikutip pada Senin, 14 Oktober 2024.
Penetapan status tersangka terhadap NB dilakukan pada 27 September 2024, dan ia resmi ditahan pada 1 Oktober 2024.
Pihak berwenang menegaskan bahwa NB diduga terlibat dalam praktik kefarmasian tanpa izin.
Farman juga menambahkan bahwa tindakan NB dianggap melanggar hukum karena tidak memiliki kewenangan dalam memberikan obat-obatan kepada korban.
Kasus ini pun menarik perhatian publik dan menambah panjang daftar kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga yang melibatkan anak-anak sebagai korban.
NB disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Baca Juga:
Ombudsman RI Perwakilan Sulteng Sarankan Dugaan Penyalahgunaan Diskresi Ariyana Dilaporkan ke DKPP
Selain itu, ia juga dijerat Pasal 436 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kombes Farman menyatakan bahwa tindakan NB sangat serius, dan pihaknya berupaya memastikan seluruh bukti sudah cukup untuk membawa kasus ini ke tahap penuntutan yang adil.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan terhadap pengasuh anak, terutama dalam hal pemberian obat-obatan yang harus dilakukan oleh tenaga medis atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Saat ini, proses hukum masih berlanjut, dan NB harus menghadapi jeratan hukum atas perbuatannya. (*/Shofia)