ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Penyelidikan kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 300 triliun kini memasuki babak baru.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkapkan perkembangan signifikan dengan menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka.
Penetapan ini diumumkan langsung oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin, pada Kamis, 2 Januari 2025, setelah dilakukan penyidikan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran hukum yang merugikan negara.
Lima perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi ini adalah Refined Bangka Tin (RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), PT Sariguna Binasentosa (SBS), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).
Perusahaan-perusahaan ini terlibat dalam praktik pengelolaan komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015 hingga 2022.
Praktik tersebut diduga melibatkan manipulasi tata niaga, yang merugikan negara baik secara finansial maupun dalam aspek lingkungan.
Jaksa Agung Burhanuddin mengungkapkan bahwa kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan dan menjadi prioritas Kejagung.
Menurutnya, kerugian negara yang dihasilkan oleh pelanggaran ini sangat signifikan, dengan total kerugian mencapai Rp 300 triliun.
Di antara jumlah tersebut, sekitar Rp 271 triliun berasal dari kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang tidak terkelola dengan baik.
Burhanuddin juga menyoroti dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan, yang hingga kini masih terlihat jelas.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, masing-masing perusahaan yang terlibat dalam kasus ini akan dikenakan denda besar. Denda ini diharapkan bisa membantu mengembalikan sebagian kerugian negara.
PT Refined Bangka Tin (RBT) dikenakan denda sebesar Rp 38,5 triliun, sementara PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) akan dikenakan denda sebesar Rp 24,3 triliun.
PT Tinindo Internusa (TIN) dan PT Sariguna Binasentosa (SBS) masing-masing dikenakan denda sebesar Rp 23,6 triliun.
Denda yang besar ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi dampak kerugian yang terjadi akibat korupsi ini.
Burhanuddin juga mengingatkan betapa parahnya dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan ilegal yang terjadi di Bangka.
"Lihatlah dari pesawat, lingkungan di Bangka rusak parah," ungkapnya, menggambarkan kondisi yang memprihatinkan di lokasi tambang yang telah mengalami kerusakan hebat.
Selain kerugian finansial, kerusakan lingkungan yang terjadi akan mempengaruhi keberlanjutan ekosistem dan berdampak pada masyarakat sekitar.
Kejagung menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga tentang upaya untuk menjaga kelestarian alam yang sangat vital.
Ini merupakan langkah tegas yang diambil Kejagung dalam upaya menindak praktik korupsi yang merugikan bangsa dan negara.
Penetapan tersangka terhadap perusahaan-perusahaan besar ini menjadi bukti bahwa Kejagung tidak akan ragu untuk menindak pelanggaran hukum yang melibatkan sektor-sektor vital bagi perekonomian negara, termasuk sektor pertambangan. (*/Shofia)