ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD, memberikan tanggapan terkait laporan dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang mencantumkan nama mantan Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo dalam daftar tokoh terkorup.
Rilis tersebut memicu berbagai spekulasi di masyarakat, termasuk dugaan bahwa laporan ini dapat menjadi pintu masuk bagi Jokowi ke ranah hukum.
Namun, Mahfud MD menegaskan bahwa rilis OCCRP tidak akan membawa Jokowi ke dalam kasus hukum hanya berdasarkan laporan tersebut.
Dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube resminya, Mahfud MD Official, pada 7 Januari 2025, Mahfud menjelaskan bahwa laporan OCCRP merupakan hasil dari jurnalisme yang merangkum opini publik.
Menurutnya, laporan semacam ini harus diterima sebagai bentuk penilaian, namun tidak memiliki landasan hukum yang cukup kuat untuk membawa seseorang ke ranah pidana.
"OCCRP itu kan merekam suara publik melalui kegiatan jurnalisme, ya biasa aja, kita terima aja itu sebagai penilaian," ujar Mahfud MD dalam video tersebut.
Mahfud juga menegaskan bahwa rilis OCCRP tidak bisa dijadikan bukti hukum, karena terdapat perbedaan mendasar antara bukti hukum dan bukti opini.
Ia menjelaskan bahwa bukti hukum harus didasarkan pada proses yang sesuai dengan aturan dan mekanisme hukum yang berlaku, sementara rilis OCCRP lebih bersifat opini yang tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk menjerat seseorang.
"Ini (rilis OCCRP), sekali lagi bukan bukti hukum, karena beda bukti hukum dan bukti opini," terang Mahfud MD.
Oleh karena itu, Mahfud memastikan bahwa Joko Widodo atau Jokowi tidak akan masuk ke dalam kasus hukum hanya berdasarkan laporan OCCRP.
"Tidak akan masuk ke hukum hanya karena hal ini (rilis OCCRP)," ujar Mahfud MD dalam penjelasannya.
Nama Jokowi belakangan ini ramai menjadi perbincangan publik setelah OCCRP merilis laporan yang mencantumkannya dalam daftar tokoh yang diduga terlibat korupsi.
Laporan ini memicu berbagai opini di masyarakat dan tekanan terhadap institusi hukum untuk melakukan penyelidikan.
Namun, Mahfud MD mengingatkan bahwa setiap proses hukum harus dilakukan berdasarkan bukti yang sah secara hukum, bukan opini atau persepsi yang beredar di ruang publik. (*/Risco)