ARTICLE AD BOX
Manado, gemasulawesi – Kementerian Agama terus meningkatkan komitmen dalam mengurangi angka pernikahan anak di Provinsi Sulawesi Utara.
Dalam keterangannya, Kepala Kantor Kementerian Agama Bolaang Mongondow Utara atau Bolmut, Idrus Sante, di Boroko, menyatakan di semua kesempatan sosialisasi cegah pernikahan usia anak terus pihaknya lakukan.
Idrus Sante menyatakan persoalan yang hingga saat ini masih terus terjadi di tengah kehidupan sosial, yaitu pernikahan di bawah umur.
Baca Juga:
DPRD Gorontalo Utara Menggelar Rapat Paripurna ke 6 dalam Rangka Penetapan Calon Pimpinan
Menurutnya, sejatinya, batas minimal usia perkawinan seseorang yang diatur oleh negara melalui Undang-Undang atau UU, yaitu 19 tahun untuk kedua pasangan.
Dia menegaskan pernikahan anak tidak hanya memberikan dampak pada kesehatan fisik dan mental anak, tetapi juga mempengaruhi masa depan mereka.
“Anak-anak kita merupakan generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan perlindungan. Menikahkan anak di usia dini, selain melanggar hukum juga memiliki potensi besar merusak masa depan mereka,” ungkapnya.
Dia melanjutkan peran orang tua menjadi poin penting dalam kelangsungan hidup yang layak untuk masa depan seorang anak, sehingga para orang tua diharapkan bijak dalam menentukan masa depan mereka dengan tidak menikahkan anak-anak sebelum mencapai usia yang cukup dan juga siap secara mental dan fisik.
“Kita bukan lagi ada di zaman dulu yang dapat menikahkan anak usia dini, usia pernikahan telah diatur untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita,” pungkasnya.
Dia menegaskan pemerintah lewat Kementerian Agama terus berkomitmen untuk mengurangi angka perkawinan anak dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang masih rentan terhadap praktik itu.
Dikutip dari Antara, selanjutnya, dia meminta kepada tokoh adat, pemerintah desa, dan juga masyarakat untuk membantu pemerintah dalam hal ini KUA dalam memperbaiki manajemen pencatatan peristiwa pernikahan.
“Terkadang kebiasaan dahulu melangsungkan pernikahan hanya didasarkan pada musyawarah keluarga dan pemerintah desa yang terkadang mengabaikan proses tahapan pencatatan nikah,” katanya.
Dia menambahkan tetapi saat ini berbeda seiring dengan perkembangan zaman, nikah juga telah tersentuh dengan digitalisasi sehingga prosesnya berbasis online.
Dia mengatakan pencatatan nikah tidak seperti dulu yang tinggal menulis buku nikah secara manual, sekarang beda, harus berbasis online. (Antara)