ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Ketua PBNU bidang IT, Media, dan Advokasi, H Mohamad Syafi’ Alielha atau yang akrab dikenal sebagai Savic Ali turut menyoroti kasus dugaan korupsi besar yang melibatkan tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Agung mengungkap bahwa dugaan korupsi tersebut telah menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun dalam rentang waktu 2018 hingga 2023.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, kerugian tersebut berasal dari berbagai komponen, termasuk ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah melalui broker, impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, serta pemberian kompensasi dan subsidi yang tidak sesuai prosedur.
Pengusutan yang dilakukan oleh Kejagung juga menemukan adanya manipulasi pada produk bahan bakar minyak (BBM).
Salah satu modus operandi yang terungkap adalah pengubahan BBM dengan research octane number (RON) 90 yang kemudian dipasarkan sebagai RON 92.
Praktik ini menjadi bagian dari skema dugaan tindakan kejahana yang dilakukan oleh para pelaku, sehingga menguntungkan pihak tertentu secara ilegal dan merugikan masyarakat secara luas.
Dalam perkembangan penyidikan, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini.
Kasus ini langsung menuai beragam reaksi dari berbagai pihak. Salah satu yang turut menanggapi adalah Savic Ali.
Melalui akun X resminya @savicali pada Selasa, 25 Februari 2025, Savic Ali mengomentari kasus ini dengan menyoroti praktik manipulasi BBM yang dilakukan oleh para tersangka.
"Tak habis-habisnya kita ditipu," tulis Savic Ali dalam cuitannya, sembari mengunggah ulang berita terkait kasus ini.
Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan publik terhadap praktik korupsi yang terus berulang, terutama dalam sektor yang sangat berdampak pada masyarakat luas seperti energi dan bahan bakar.
Manipulasi kualitas BBM tidak hanya merugikan konsumen secara finansial, tetapi juga berpotensi membahayakan kendaraan yang menggunakan bahan bakar dengan kualitas yang tidak sesuai dengan standar yang dijanjikan. (*/Risco)