Geger! Polisi di Surabaya Ditangkap Karena Terlibat Peredaran Narkoba Antarpulau, Terbongkar Usai Kurirnya Tertangkap

1 month ago 4
ARTICLE AD BOX

Surabaya, gemasulawesi - Aiptu Arif Susilo (AS), seorang anggota Polri di Surabaya, diduga menjadi pengendali peredaran narkotika antarpulau dalam jaringan Sumatera Utara (Sumut)-Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dugaan ini mencuat setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Timur melakukan penggeledahan di rumah Aiptu AS pada Kamis, 5 Desember 2024.

Penggeledahan tersebut dilakukan sebagai bagian dari pengembangan penyidikan kasus narkoba yang sedang berlangsung.

Aiptu AS, yang bertugas di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, diketahui telah diamankan oleh BNN Pusat sejak 19 Oktober 2024.

Baca Juga:
BPS Provinsi Gorontalo Catat Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang pada Oktober Naik 0,83 Poin

Dalam penggeledahan di rumahnya di kawasan Taman Indah Regency, Sidoarjo, Jawa Timur, petugas menemukan empat buku rekening atas nama AS.

Kabid Pemberantasan dan Intelijen BNNP Jatim, Noer Wistanto, membenarkan penggeledahan tersebut.

Kasus ini bermula dari penangkapan seorang tersangka bernama Fatah di NTB, yang kedapatan membawa sabu seberat 2 kilogram.

Fatah disebut berkoordinasi dengan seorang kurir bernama Erwin, yang masih mendekam di Lapas Sumatera Utara.

Baca Juga:
KPU Sulut Pastikan Proses Rekapitulasi yang Dilakukan Berjenjang Berjalan Sesuai Aturan Perundang-Undangan

Dari hasil pengembangan, nama Aiptu AS muncul sebagai pengendali jaringan narkoba tersebut. 

Penangkapan Arif Susilo pun dilakukan, guna mengungkap keterlibatannya dalam peredaran narkotika antarpulau.

Diketahui bahwa Aiptu AS sebelumnya pernah bertugas sebagai anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda NTB.

Fakta lain yang mengejutkan adalah kedua kurir yang ditangkap, yakni Fatah dan Erwin, dulunya merupakan residivis yang pernah ditangkap oleh Aiptu AS saat ia bertugas di NTB.

Baca Juga:
Pemkab Sigi Pastikan Semua Masyarakat Penyandang Disabilitas Mendapatkan Kesejahteraan dan Haknya oleh Pemda

Setelah keluar dari penjara, kedua residivis ini justru direkrut oleh AS untuk menjadi kurir dalam jaringan narkotika yang ia kendalikan.

Selama masa keterlibatannya, Aiptu AS diduga telah melakukan tujuh kali transaksi narkoba. Dalam setiap transaksi, jumlah narkotika yang diperdagangkan berkisar antara 1 hingga 5 kilogram sabu dengan nilai jual mencapai Rp550-650 juta.

Perannya sebagai pengendali jaringan narkotika ini tidak hanya mencoreng nama institusi Polri, tetapi juga menunjukkan bagaimana penyalahgunaan kekuasaan dapat menciptakan dampak buruk yang meluas.

Praktik ini menjadi ironi yang sangat mencolok, mengingat tugas utama seorang polisi adalah memberantas peredaran narkoba demi melindungi masyarakat dari bahaya zat terlarang tersebut.

Kasus seperti ini seharusnya menjadi pelajaran penting agar tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi, apalagi dalam hal yang merusak moral bangsa. 

Diharapkan institusi Polri dapat lebih tegas dalam menindak oknum yang terlibat, sehingga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum tetap terjaga. (*/Risco)

Read Entire Article