ARTICLE AD BOX
Hukum, gemasulawesi - Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, terus berkembang.
Kini, mantan pengacara anak bos Prodia, Arif Nugroho, yaitu Evelin Dohar Hutagalung (EDH), diduga turut terlibat dalam penggelapan dan penipuan yang berkaitan dengan penanganan kasus hukum kliennya.
Kepolisian masih menyelidiki sejauh mana peran EDH dalam kasus ini. Dugaan penggelapan dan penipuan muncul setelah adanya laporan bahwa sejumlah aset milik Arif Nugroho, termasuk kendaraan mewah, diduga raib dalam proses hukum yang tengah berjalan.
Kuasa hukum bos Prodia, Romy Sihombing, sebelumnya mengungkap bahwa kliennya, Arif Nugroho, menjadi korban pemerasan oleh oknum kepolisian saat kasus yang melibatkan keluarganya ditangani di Polres Metro Jakarta Selatan.
Menurut Romy, pemerasan ini berkaitan dengan kasus pembunuhan dua remaja, N (16) dan X (17), yang meninggal dunia setelah diduga dicekoki narkoba dan disetubuhi.
Kasus ini tercatat dalam LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada April 2024.
Saat itu, AKBP Bintoro disebut meminta uang sebesar Rp 20 miliar kepada keluarga Arif Nugroho dengan dalih agar penyelidikan terhadap anaknya dihentikan.
Namun, meskipun uang telah diserahkan, penyelidikan tetap berlanjut, yang akhirnya memicu protes dari pihak keluarga pada 17 Mei 2024.
Merasa tertipu, keluarga Arif Nugroho kemudian menggugat oknum perwira menengah tersebut secara perdata pada 6 Januari 2025, menuntut pengembalian Rp 20 miliar beserta aset-aset yang disita tanpa dasar hukum.
Selain uang tunai, beberapa kendaraan mewah yang ikut menghilang dalam kasus ini meliputi, Lamborghini, Harley Davidson, Dua motor BMW.
Romy menegaskan bahwa pihaknya tengah mengkaji kemungkinan merevisi gugatan yang telah diajukan agar dapat lebih mencerminkan jumlah kerugian yang dialami kliennya.
Dalam perkembangan terbaru, eks pengacara anak bos Prodia, Evelin Dohar Hutagalung (EDH), disebut ikut terlibat dalam penggelapan dan penipuan terkait penanganan kasus ini.
Meskipun detail peran EDH belum diungkap secara menyeluruh, dugaan ini muncul setelah penyidik menemukan indikasi bahwa ada aliran dana yang tidak jelas selama proses hukum berlangsung.
EDH diduga memanfaatkan posisinya sebagai pengacara untuk mengelola atau menyembunyikan sebagian aset kliennya dengan cara yang tidak transparan.
Romy Sihombing menyebut bahwa keterlibatan EDH dalam kasus ini menjadi perhatian serius, terutama karena perannya sebagai kuasa hukum seharusnya melindungi hak kliennya, bukan justru merugikan.
“Kami melihat ada dugaan kuat bahwa selain pemerasan, ada pula praktik penggelapan aset yang melibatkan pihak lain, termasuk mantan kuasa hukum klien kami,” ujar Romy dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (31/01/2025).
Saat ini, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan masih terus mengumpulkan bukti dan keterangan terkait peran Evelin Dohar Hutagalung dalam dugaan penggelapan.
Selain itu, kepolisian juga telah mendalami jalur transaksi keuangan untuk mengetahui ke mana aliran uang yang disebut-sebut diberikan kepada AKBP Bintoro dan pihak lainnya.
Sejumlah saksi dari kepolisian serta pihak terkait dalam kasus ini akan kembali diperiksa dalam waktu dekat.
Dugaan penggelapan ini menambah kompleksitas kasus yang awalnya hanya berfokus pada pemerasan oleh oknum kepolisian.
Kini, selain pengembalian dana Rp 20 miliar, polisi juga harus memastikan keberadaan aset-aset yang disebut telah raib dalam proses hukum.
Kasus ini menyoroti dugaan abuse of power di kepolisian, di mana aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru diduga terlibat dalam pemerasan.
Selain itu, keterlibatan mantan kuasa hukum klien dalam dugaan penggelapan menjadi isu serius yang mencerminkan perlunya pengawasan lebih ketat dalam profesi hukum.
Penyidikan masih berlangsung, dan publik menunggu hasil investigasi lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan Evelin Dohar Hutagalung, serta kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini. (*/Shofia)