ARTICLE AD BOX
Sulawesi Utara, gemasulawesi - Dugaan korupsi pembangunan drainase Sungai Tapagale di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, kembali menjadi sorotan publik.
Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sat Reskrim Polres Kotamobagu mengungkapkan adanya penyalahgunaan dana bantuan dari PT. J Resources Bolaang Mongondow tahun 2023-2024.
Kepala Desa (Sangadi) berinisial HM (54) dan seorang kontraktor berinisial JK (57) resmi ditahan setelah ditemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp6,65 miliar.
Kapolres Kotamobagu AKBP Irwanto menjelaskan, kasus ini bermula dari pengajuan proposal oleh HM pada tahun 2021.
Proposal tersebut bertujuan mendapatkan bantuan pembangunan drainase di kawasan persawahan Desa Bakan.
PT. J Resources kemudian menyetujui permohonan tersebut pada 2023 dengan total anggaran mencapai Rp9,09 miliar yang dicairkan secara bertahap. Namun, proses pengelolaan dana bantuan itu diduga sarat penyimpangan.
Menurut hasil penyelidikan, dana yang masuk ke rekening desa tidak dimasukkan dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Selain itu, HM secara sepihak menunjuk kontraktor JK untuk melaksanakan proyek tanpa melalui proses lelang sesuai ketentuan.
Akibat tindakan tersebut, proyek drainase yang dikerjakan tidak sesuai spesifikasi konstruksi yang tercantum dalam kontrak.
“Kegiatan pembangunan drainase ini sama sekali tidak tercatat dalam APBDes, dan kontraktor ditunjuk secara langsung tanpa mekanisme lelang,” ujar Kapolres pada Rabu, 8 Januari 2025.
Ia menambahkan, kerugian negara akibat pelaksanaan proyek yang tidak sesuai kontrak mencapai Rp6,65 miliar.
Barang bukti berupa dokumen kontrak, laporan keuangan, dan sejumlah catatan terkait alokasi dana telah disita oleh pihak kepolisian. Selain itu, kedua tersangka kini ditahan untuk memudahkan proses penyidikan lebih lanjut.
JK, yang diketahui merupakan warga Desa Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, dianggap turut bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hukuman yang dapat dijatuhkan meliputi pidana penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
“Kasus ini merupakan bentuk penyalahgunaan dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini sesuai hukum yang berlaku,” tegas AKBP Irwanto.
Kasus ini menambah daftar panjang penyalahgunaan dana desa di Indonesia. Penegak hukum diharapkan dapat memberikan hukuman yang tegas agar menjadi pembelajaran bagi perangkat desa lain.
Proses penyelidikan kasus ini juga diharapkan bisa mengungkap pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam jaringan korupsi ini. (*/Shofia)