ARTICLE AD BOX
Internasional, gemasulawesi – Mediator Qatar menyatakan penjajah Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang 15 bulan di Jalur Gaza dan menukar tawanan penjajah Israel dengan tahanan Palestina yang ditahan di penjara penjajah Israel.
Sheikh Mohammad bin Abdulrahman bin Jassim, Al Thani, mengumumkan kesepakatan tersebut di Doha, Qatar, pada hari Rabu, tanggal 15 Januari 2025.
Dia mengatakan gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Minggu, tanggal 19 Januari 2025.
Hamas sebelumnya menyampaikan kepada media bahwa delegasinya menyampaikan persetujuan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan kepada para mediator.
Baca Juga:
Penjajah Israel Tangkap Pemuda yang Memasang Poster Anti Genosida di Dekat Yerusalem
“Kesepakatan itu akan dilaksanakan dalam 3 tahap. Dalam tahap awal 6 minggu, pasukan penjajah Isarel akan secara bertahap mundur dari Gaza bagian tengah dan warga Palestina akan diizinkan kembali ke rumah mereka di Jalur Gaza bagian utara,” ujarnya.
Dia menambahkan Hamas akan membebaskan 33 tawanan penjajah Israel selama 6 minggu tersebut, termasuk semua tentara wanita dan warga sipil, anak-anak dan orang tua.
Pembicaraan tahap kedua akan dimulai pada hari ke-16 tahap pertama dan diharapkan mencakup pembebasan tawanan yang tersisa dan penarikan penuh pasukan penjajah Israel dari Gaza.
Tahap ketiga diperkirakan mencakup pemulangan jenazah dan dimulainya rekonstruksi di Jalur Gaza.
Mengenai kesepakatan gencatan senjata tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan kepada wartawan bahwa PBB siap mendukung kesepakatan tersebut dan meningkatkan pengiriman bantuan kemanusiaan berkelanjutan kepada warga Palestina yang tidak terhitung jumlahnya yang terus menderita.
Presiden Komisi Eropa, Von der Leyen, menyambut baik berita tentang perjanjian gencatan senjata.
“Para sandera akan dipertemukan kembali dengan orang-orang yang mereka cintai dan bantuan kemanusiaan dapat menjangkau warga sipil di Jalur Gaza,” ucapnya.
Dia menambahkan hal ini membawa harapan untuk seluruh wilayah, di mana orang-orang telah menanggung penderitaan yang sangat besar dalam waktu yang terlalu lama.
“Kedua pihak harus sepenuhnya melaksanakan perjanjian ini, sebagai batu loncatan menuju stabilitas yang langgeng di wilayah itu dan penyelesaian konflik secara diplomatik,” pungkasnya. (*/Mey)