ARTICLE AD BOX
Nasional, gemasulawesi - Pengamat politik Indonesia, Adi Prayitno, menyoroti kasus viral yang melibatkan seorang siswa SD di Medan yang dihukum belajar di lantai oleh wali kelas.
Hukuman itu diduga diberikan karena siswa tersebut menunggak uang SPP.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, terlihat siswa tersebut duduk di lantai ruang kelas, direkam oleh orang tua siswa bernama Kamelia.
Ia mengungkapkan bahwa anaknya telah belajar di lantai selama tiga hari.
Wali kelas disebut membuat aturan bahwa siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar. Situasi ini memicu kritik keras dari berbagai pihak.
Dalam video di channel YouTube resminya, Adi Prayitno Official, yang diunggah pada Rabu, 15 Januari 2025, Adi menyatakan keprihatinannya atas perlakuan yang tidak adil tersebut.
Ia menyoroti bagaimana situasi ini bertolak belakang dengan upaya pemerintah memperbaiki sistem pendidikan, termasuk program makan bergizi gratis.
"Kita tidak bisa menutup mata, masih ada adik-adik kita yang kemudian kesulitan untuk mendapatkan sekolah yang layak, diperlakukan tidak adil hanya gara-gara nunggak SPP," tegas Adi Prayitno.
Adi juga menekankan bahwa fenomena semacam ini seharusnya tidak terjadi di Indonesia, mengingat anggaran pendidikan yang besar, yakni 20 persen dari APBN.
Menurutnya, kejadian ini melukai rasa keadilan publik.
"Haram hukumnya di negara ini, ketika anggaran pendidikan kita besar, 20 persen APBN, di tengah semangatnya pemerintah Indonesia mengentaskan buta huruf, ketika ada fenomena semacam ini tentu kan melukai perasaan publik, melukai rasa keadilan," ujarnya.
Ia berharap agar kasus seperti ini tidak terulang di masa depan.
Lebih lanjut, Adi mengkritik para pejabat atau pemangku kepentingan yang menurutnya kurang memberikan perhatian kepada rakyat kecil.
Ia menyebut mereka sering mengklaim dekat dengan rakyat, tetapi kenyataannya tidak mampu mencegah kejadian seperti ini.
"Oleh karena itu, kalau kita mau jujur ya, siapa yang salah, ya tentu para pemangku kepentingan, adalah mereka para pejabat-pejabat publik, yang katanya selama ini paling dekat dengan rakyat, paling peduli," tambah Adi Prayitno.
Kasus ini menjadi refleksi serius tentang perlunya reformasi lebih lanjut dalam sistem pendidikan, terutama untuk melindungi hak anak-anak dari keluarga kurang mampu. (*/Risco)