Wisata Bahari Perlu Dibenahi, Pemkot Denpasar Kumpulkan Stakeholder di Atas Kapal Phinisi Cruises,

4 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Gathering ini bertujuan memperkuat sinergi lintas sektor dalam membangun ekosistem wisata bahari yang tertib, profesional, dan berkelanjutan. Kegiatan inti berupa talkshow menghadirkan sejumlah narasumber utama, yaitu Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali  sekaligus Ketua Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri)  Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Kabid SDP Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Istri Laksmi Dewi, dan pelaku wisata bahari I Ketut Ena Partha.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Ni Luh Putu Riyastiti, mengatakan gathering ini merupakan bagian dari komitmen Pemkot Denpasar untuk memperkuat koordinasi antarpemangku kepentingan sektor wisata bahari. “Melalui penguatan asosiasi dan peningkatan kapasitas SDM, kami ingin wisata bahari ke depan menjadi lebih tertata, unggul, dan berdampak positif bagi ekonomi masyarakat serta kelestarian lingkungan laut,” ujarnya.

Pemerintah Dorong Regenerasi dan Kolaborasi

Kabid SDP Dispar Provinsi Bali, Anak Agung Istri Laksmi Dewi, dalam paparannya menekankan pentingnya menciptakan pariwisata yang berkualitas—baik dari sisi destinasi maupun wisatawan. “Pariwisata berkualitas itu artinya daya tarik, SDM, pemasaran, dan sarana prasarana harus saling mendukung dan terintegrasi,” tegasnya.

Ia mengakui, sejauh ini pemerintah telah berperan sebagai regulator dan fasilitator. Namun, pelaksanaan di lapangan masih belum maksimal, terutama dalam hal pengawasan dan perlindungan iklim usaha. Ia juga menyebutkan bahwa pelatihan dan sertifikasi SDM pariwisata kerap terhambat oleh biaya yang tinggi. “Kami tengah mengupayakan agar regulasi—seperti Perda yang saat ini hanya mengakomodasi wisata tirta—bisa direvisi untuk juga mengatur wisata bahari dan selam,” jelasnya.

Disinggung mengenai arah kebijakan, Laksmi Dewi menambahkan bahwa Bali kini fokus pada regenerative tourism, yaitu model pariwisata yang tidak hanya mempertahankan tetapi juga memperbaiki kondisi sosial, budaya, dan ekologis destinasi.

Sorotan Ketimpangan dan Perluasan Peran Masyarakat Lokal

Sementara itu, Ketut Ena Partha mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi masyarakat lokal, khususnya di kawasan pesisir seperti Sanur. “Faktanya, 90 persen usaha wisata bahari dimiliki orang asing. Masyarakat lokal perlu lebih aktif dan diberi ruang dalam membangun industri ini,” tegasnya.

Ia pun mengusulkan sejumlah langkah konkret, seperti pembuatan zonasi wisata bahari, penyusunan SOP lokasi, dan penyusunan regulasi khusus untuk pemandu wisata selam. “Kami mohon perhatian untuk masyarakat di laut. Kami butuh kebijakan yang melibatkan dan melindungi,” ucapnya.

Ketua GIPI dan GAHAWISRI Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, mengajak seluruh pelaku usaha wisata bahari untuk bergabung dalam asosiasi resmi. “Bergabung dalam asosiasi adalah kunci agar kepentingan pelaku usaha bisa terakomodasi pemerintah. Kita juga perlu mendorong sertifikasi usaha untuk membangun kepercayaan wisatawan,” ujarnya.

Ia mengakui masih banyak asosiasi yang belum tertib dan butuh pembinaan. “Kalau perlu, ajak Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) untuk melakukan akreditasi ulang agar layanan wisata bahari kita benar-benar berkualitas,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah tokoh menyampaikan kritik dan masukan. Ketua HPI Bali, Nyoman Nuartha, menyoroti lemahnya penegakan hukum, menjamurnya usaha ilegal, serta belum adanya aturan khusus untuk pemandu wisata bahari. “Kalau sudah ada regulasi, HPI siap akomodasi guide wisata bahari,” tegasnya.

Sementara Ayu Khrisna dari Gahawisri Bali, meminta perhatian serius terhadap praktik perang harga yang dapat menurunkan kualitas layanan dan keselamatan wisatawan. Ia juga mengusulkan agar ada event tahunan berskala besar untuk mempromosikan wisata bahari Bali secara konsisten.

Ketua DPC Gahawisri Badung, Putu Agus, menambahkan agar pemerintah menertibkan perusahaan ilegal yang merusak pasar. “Bali tidak boleh dijual murah,” tegasnya. Sementara dari P3B dan HPI Bali juga meminta agar regulasi dan sosialisasi soal wisata bahari ditingkatkan, termasuk pengawasan tenaga kerja asing.

PSOI Bali pun menyuarakan perlunya sertifikasi untuk peselancar dan berharap biaya pelatihan bisa lebih terjangkau atau bahkan gratis.

Dari diskusi yang berlangsung dinamis, disepakati beberapa poin penting: perlunya regulasi wisata bahari yang jelas dan berbasis lokal, penguatan peran asosiasi, peningkatan kapasitas SDM, serta penertiban usaha ilegal dan praktik perang harga. Pemerintah juga diharapkan lebih aktif sebagai pengawas dan fasilitator, sekaligus membuka ruang partisipasi masyarakat pesisir dalam proses perumusan kebijakan.

“Harapan kami, Denpasar dan Bali pada umumnya bisa menjadi pelopor wisata bahari yang tidak hanya indah dan menarik, tetapi juga tertib, profesional, dan lestari,” tutup Kadis Pariwisata Kota Denpasar.

Read Entire Article