ARTICLE AD BOX
Bila umumnya penjor dilapisi kain warna merah, Edo Penjor memperkenalkan tampilan baru yang lebih sederhana dan bersih. “Kami ingin membuat penjor terlihat lebih manis dan elegan dengan warna putih dan kuning. Dua warna ini juga melambangkan kesucian dan keharmonisan, tetap sesuai dengan makna Galungan,” ujar Dwika saat ditemui pada Senin (21/4/2025).
Laris Manis di Tengah Tantangan Bahan Baku
Meski tahun ini Galungan bertepatan dengan piodalan besar Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih dan Karya Ngusaba Kadasa di Pura Ulun Danu Batur, yang menyebabkan harga dan ketersediaan bahan meningkat, Edo Penjor tetap mampu menjual lebih dari 100 unit Penjor. “Harga bahan memang naik, tapi kami tetap menahan harga jual. Hanya kami sesuaikan Rp10.000–Rp20.000 saja,” jelas Dwika.
Harga penjor saat ini berkisar antara Rp300.000 hingga Rp350.000, tergantung ukuran dan kelengkapan. Konsumen didominasi warga Kota Denpasar yang sibuk dan memilih kepraktisan.

Dari Penjor ke Nasi Lawar: Usaha Musiman yang Berkelanjutan
Menariknya, usaha penjor ini hanya aktif saat Galungan, sedangkan di hari biasa Dwika membuka usaha nasi lawar. “Usaha penjor ini awalnya saya rintis sejak SMP. Setelah tamat SMA dan sempat kerja kantoran, saya memutuskan fokus ke usaha sendiri,” katanya.
Ia menambahkan bahwa perubahan warna penjor bukan sekadar estetika, tapi juga bentuk kreativitas dalam menjaga budaya tetap hidup dan relevan. “Yang penting tetap sesuai pakem dan nilai-nilai adat,” ujarnya.
Dwika berharap ke depan tidak ada lagi kelangkaan bahan pokok untuk membuat penjor. “Kalau harga naik itu masih bisa diatasi, tapi kalau bahan langka, kita jadi sulit produksi. Harapan saya, semoga ke depan suplai bahan lebih stabil, apalagi sekarang permintaan makin tinggi,” pungkasnya. *m03