Gula Merah, Investasi Masa Depan: Koperasi Bali Diajak Gabung Produksi Skala Nasional

4 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Ketua Koperasi Kana yang menginisiasi kegiatan, Jonathan Danang Wardhana, menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah membangun kemitraan produksi gula merah bubuk bersama koperasi-koperasi di Bali. 

“Kalau kita semua koperasi ini kerja sama, kita bisa produksi dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat ini Indonesia masih impor gula cukup banyak, padahal kebutuhan gula dalam negeri mencapai sekitar 7 juta ton,” ujar Jonathan.

Produksi gula merah yang dikoordinasi oleh Koperasi Kana saat ini berpusat di Kediri, Jawa Timur, dengan kapasitas sekitar 30 ton per hari. Namun dengan kerja sama antar koperasi, target produksi ditingkatkan menjadi 100 ton per hari. Selain di Kediri, rencananya pabrik baru akan dibangun di Banyuwangi dan Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Meski Bali tidak memiliki lahan tebu yang luas, Jonathan menilai potensi distribusi gula merah dari Banyuwangi ke Bali sangat terbuka. “Lahan tebu di Bali masih terbatas, jadi pasokannya akan didatangkan dari Banyuwangi. Proses produksi gula merah lebih sederhana dibanding gula putih, sehingga lebih efisien,” ungkapnya.

Jonathan menambahkan bahwa pabrik skala koperasi memiliki keunggulan dalam menjaga kualitas dan konsistensi produksi dibandingkan produsen kecil yang beroperasi secara individu. 

“Petani-petani gula merah memang banyak, tapi mereka jalan sendiri-sendiri. Sementara kita di koperasi ini bergerak dalam skala pabrikan, sehingga kualitas lebih terjaga dan bisa memenuhi kebutuhan industri seperti kecap manis,” jelasnya.

Dari sisi pemberdayaan, Jonathan menyebutkan bahwa kolaborasi ini membuka peluang besar bagi petani tebu dan masyarakat sekitar. Koperasi akan memberikan pelatihan, bantuan pupuk, dan membeli hasil panen dengan harga bersaing. 

“Kita tidak pasang batas minimum untuk koperasi yang ingin bergabung. Semakin banyak yang terlibat, dampak ekonominya juga akan semakin luas, termasuk penyerapan tenaga kerja di sekitar pabrik,” tambahnya.

Gula merah dinilai memiliki nilai tambah tinggi dan permintaan pasar yang kuat. Namun selama ini banyak perajin kesulitan modal untuk produksi dan pemasaran. “Kami coba potong rantai distribusi yang panjang. Koperasi hadir di tengah. Jadi produsen bisa langsung menjangkau konsumen,” urai Jonathan.

Pendekatan ini mendapat dukungan dari pengurus pusat,  Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), I Wayan Sumerta. Ia menyebut, langkah Koperasi Kana merupakan respons terhadap berkurangnya peran perbankan dalam menjangkau pelaku ekonomi akar rumput.

I Wayan Sumerta saat memberikan sambutan.
 
“Sekarang pemilik dana bisa langsung terhubung ke pemakai dana lewat koperasi. Yang dilakukan Koperasi Kana ini semoga menjadi benih yang mensejahterakan kita semua,” ujar Sumerta.

Namun, ia mengingatkan bahwa membangun koperasi bukan sekadar bisnis biasa. “Kalau CV dan PT membangun badan, maka koperasi membangun jiwanya. Spirit kebersamaan, semangat gotong royong, inilah yang membedakan koperasi. Kalau jiwa dan badan dibangun seimbang, hasilnya luar biasa,” tegasnya.

Forum ini juga menghadirkan pembicara dari MarkPlus Inc., Argo Bramantya, yang menekankan pentingnya memahami kondisi ekonomi yang sedang bergejolak. Menurutnya, justru dalam tekanan seperti saat ini, kualitas dan inovasi muncul.

“Kita hidup di situasi yang dinamis. Tapi dari situ muncul tantangan yang melahirkan inovasi. Termasuk di sektor finansial, kita semua ingin rasa aman. Karena itu, pilihan investasi harus benar-benar dipahami,” kata Argo.

Investasi ke sektor riil seperti gula merah dianggap relevan karena menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Kegiatan ini juga membuka ruang diskusi bagi pelaku koperasi, investor pemula, dan komunitas UMKM di Bali. Forum ini diharapkan bisa menjadi pemantik gerakan koperasi untuk tidak hanya tumbuh secara finansial, tapi juga memberi manfaat langsung kepada anggotanya.

Read Entire Article