DPRD Bali Dorong Kemandirian Energi Ramah Lingkungan Pasca Blackout

4 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Menurut Suyasa, blackout yang melumpuhkan berbagai sektor vital di Bali sangat mengganggu, apalagi Bali merupakan daerah pariwisata unggulan dengan fasilitas strategis seperti bandara internasional, rumah sakit, dan hotel. “Ini sangat memalukan dan mengkhawatirkan. Sebagai destinasi wisata kelas dunia, Bali tidak boleh bergantung terus-menerus pada pasokan listrik dari luar daerah,” ujar Suyasa saat dihubungi NusaBali, Sabtu malam.

Saat ini, kata dia, kapasitas daya listrik Bali sekitar 1.150 megawatt (MW), sedangkan beban puncaknya sudah mencapai 1.157,6 MW. Dari total daya yang tersedia, sekitar 815 MW berasal dari pembangkit di Bali, sedangkan 340 MW lainnya disuplai melalui kabel laut dari Jawa. “Masih defisit. Harus ada cadangan energi yang melebihi kebutuhan,” tegasnya.

Ketergantungan pada pasokan dari Jawa juga dinilai berisiko tinggi karena sebagian besar energi di Jawa bersumber dari batu bara. "Ini tidak ramah lingkungan. Bali justru harus mendorong pemanfaatan energi bersih seperti surya, air, dan bioenergi," katanya.

Suyasa menyatakan dukungannya terhadap sikap Gubernur Bali, Wayan Koster, yang konsisten menolak tambahan pasokan listrik 500 MW dari Paiton, Jawa Timur, karena berbasis batu bara. Ia menilai langkah Koster sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang menekankan perlindungan lingkungan. “Kami sepakat bahwa energi ke depan di Bali harus betul-betul berbasis lingkungan agar tetap menjadi destinasi wisata unggulan,” katanya.

Terkait target Gubernur Bali menjadikan Bali Mandiri Energi Bersih paling lambat tahun 2045, Suyasa mengaku belum secara rinci membahas roadmap tersebut di DPRD. Namun, ia menilai rencana itu patut didukung dan bila memungkinkan, pelaksanaannya bisa dipercepat. “Kami belum membahas detail roadmap-nya, tapi prinsipnya mendukung. Itu harus dikawal agar benar-benar berjalan,” ujarnya.

Sementara itu, langkah konkret DPRD untuk mendorong percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di Bali, menurut Suyasa, belum dirumuskan karena blackout terjadi secara mendadak. Ia pun mengapresiasi kecepatan PLN dalam memulihkan kondisi pasca gangguan. “Kami juga akan bahas di Komisi III agar lebih siap menghadapi kejadian seperti ini. Untungnya PLN cepat tanggap,” ucapnya.

Lebih lanjut, Suyasa menyebut pentingnya koordinasi intensif antara Pemerintah Provinsi Bali dan PLN, khususnya dalam mitigasi risiko gangguan dari jalur kabel laut yang menjadi andalan utama pasokan energi Bali. “Jika kabel bawah laut dari Jawa bermasalah, Bali langsung gelap. Ini sangat berbahaya,” tandasnya.

Komisi III DPRD Bali, kata Suyasa, akan terus mendorong kebijakan percepatan penggunaan energi ramah lingkungan dan pengurangan ketergantungan pada jaringan listrik Jawa-Bali. “Kita harus mulai dari sekarang. Jangan menunggu sampai 2045. Pertumbuhan penduduk terus meningkat, kebutuhan energi juga ikut naik,” katanya.

Meski demikian, ia mengakui saat ini Bali belum bisa sepenuhnya lepas dari suplai listrik Jawa. “Selama belum ada cadangan cukup di Bali, pasokan dari Jawa memang masih diperlukan. Tapi kita harus mulai membangun kemandirian dari sekarang,” tutupnya.

Sebagai informasi, Gubernur Bali Wayan Koster telah mengeluarkan sejumlah regulasi terkait transisi energi bersih, di antaranya Pergub Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Pergub Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Ia menargetkan Bali mandiri energi berbasis EBT paling lambat tahun 2045. *t

Read Entire Article