ARTICLE AD BOX
Parigi moutong, gemasulawesi - Pada tahun 2019, di tengah panas terik Parigi Moutong, suara keluh kesah para petani mulai terdengar. Petani durian di beberapa wilayah seperti Braban tidak tahu harus ke mana menjual hasil panen mereka. Harga durian yang terlalu rendah sering kali membuat mereka menyerah.
Namun, saat itu Kepala Bapenda Parigi Moutong, Moh. Yasir, tak sekadar mendengar. Ia turun ke lapangan, mendata setiap petani, dan mencoba mencarikan solusi. "Banyak durian yang tidak terjual karena tidak ada pasar jelas," ujarnya. Meski tak jarang data yang diperoleh pun kurang lengkap.
Langkah awal Yasir adalah menghubungi Kementerian Perdagangan, mencoba membuka peluang baru. Dari situlah pertemuan dengan seorang pengusaha durian di Jakarta menjadi awal segalanya. Meski sempat tertunda akibat berbagai kendala, upaya ini mulai membuahkan hasil.
Durian Parigi mulai masuk pasar Jakarta melalui mekanisme baru dikirim dalam bentuk beku. Durian ini dikemas secara khusus dan diberi merek oleh mitra usaha. “Harga saat itu bisa mencapai Rp50 ribu per kilogram untuk durian beku. Ini angka yang belum pernah dicapai sebelumnya,” ujar Yasir.
Namun, ada tantangan besar. Permintaan ribuan ton dari mitra Jakarta tak bisa dipenuhi oleh petani lokal. Kendala logistik dan edukasi terkait pemetikan durian yang benar masih menjadi batu sandungan. Bahkan, harga di tingkat petani tak selalu memuaskan meskipun durian mereka kini melintasi pulau.
Dalam sistem ini kata dia, pengepul menjadi pemain penting. Nama-nama seperti Badrun Tindaki dan Nyoman Adi muncul sebagai tokoh kunci.
Mereka memiliki jaringan dan tenaga pemetik yang andal. Tanpa mereka, pengiriman durian ke Jakarta tak akan berjalan lancar.
Sayangnya, banyak petani bergantung sepenuhnya pada pengepul. Petani jarang memahami detail pasca-panen, sehingga kualitas durian sering kali tak sesuai standar. Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk ke depannya.
Baca Juga:
Wow! Ada Oknum Pejabat Teras Parigi Moutong Diduga Terseret Dalam Pusaran Mafia Ekspor Durian
Dari Festival ke Pasar Internasional
Di masa jabatannya, Yasir juga menginisiasi Festival Durian untuk mempromosikan potensi lokal. Meski data produksi yang digunakan belum sepenuhnya akurat, festival ini membuka mata banyak pihak akan peluang besar yang dimiliki Parigi Moutong.
Sebelum pandemi, rencana ekspor ke Tiongkok sempat digagas. Meski banyak kendala, seperti produksi yang tak konsisten dan kuota besar yang sulit terpenuhi, upaya ini menciptakan jaringan baru. Yasir bahkan memfasilitasi kunjungan investor langsung ke kebun-kebun durian.
"Ekspor perdana durian ke Tiongkok menjadi tonggak sejarah," kenang Yasir. Namun, suara protes tetap muncul, terutama soal harga yang dianggap terlalu rendah oleh beberapa petani.
Mencari Solusi di Tengah Hambatan
Langkah berikutnya adalah membangun fasilitas penanganan hasil (PH). Fasilitas ini memungkinkan durian lokal memenuhi standar ekspor. Namun, biaya investasi yang mencapai Rp5-10 miliar per unit menjadi tantangan besar.
Kerja sama dengan investor, seperti yang difasilitasi oleh Aditya, Meski sempat muncul kekhawatiran soal monopoli pasar, Yasir memastikan kompetisi tetap ada agar petani memiliki pilihan.
Durian Parigi: Potensi yang Belum Maksimal
Hingga kini, durian Parigi tetap menjadi kebanggaan daerah. Namun, jalan menuju stabilitas pasar masih panjang. Edukasi kepada petani, dukungan data yang akurat, serta regulasi yang berpihak pada petani menjadi kebutuhan mendesak.
"Semoga apa yang telah dimulai ini terus berkembang," ujar Yasir. Karena bagaimanapun, harapan petani ada di tangan mereka yang memahami arti sebuah perjuangan di balik setiap durian yang jatuh dari pohonnya. (**)