Banyak Turis di Bali Beralih ke Akomodasi Ilegal

17 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menduga okupansi hotel yang menurun padahal jumlah wisatawan tinggi disebabkan mereka menginap di tempat ilegal.

“Data yang ada tingkat hunian memang turun dibandingkan dengan kedatangan, khususnya wisatawan asing, akhirnya kita ketemu, ternyata wisatawan ini menginap di akomodasi-akomodasi ilegal, terserap ke sana,” kata Sekjen PHRI Bali Perry Marcus seperti dilansir Antara.

Ia dalam rapat koordinasi di Denpasar, Senin, menyebut rata-rata okupansi hotel sejak awal 2025 mengalami penurunan sekitar 10-20 persen, sementara normalnya okupansi hotel 60-70 persen dari total 150 ribu kamar di Bali.

Setelah PHRI Bali menelusuri, adanya akomodasi ilegal ini tidak berhenti pada dugaan, karena asosiasi menemukan terdapat perumahan yang dialihfungsikan menjadi akomodasi menginap layaknya hotel dan vila.

Selain mengacaukan data yang ada, akomodasi ilegal ini juga merugikan pengusaha akomodasi yang sudah terdaftar karena mereka yang ilegal dan sembunyi-sembunyi tidak membayar pajak.

"Ini sangat memukul karena dengan turunnya okupansi, seperti data dari Bali Hotel Association, mereka akhirnya mode bertahan hidup dengan menjual kamar dengan harga turun," ujar Perry.

Berdasarkan dugaannya, akomodasi ilegal ini muncul dari perumahan-perumahan yang dibuat warga lokal kemudian disewakan ke turis, namun turis asing justru membawa wisatawan lainnya untuk menginap dan diberi tarif lebih tinggi.

Selain itu ada juga kasus dimana akomodasi ilegal memang dimiliki oleh WNA namun meminjam nama WNI untuk izin kepemilikan.

Dari penelusuran PHRI Bali, yang berbeda antara akomodasi legal dan ilegal ada pada tingkat privasinya, dimana akomodasi ilegal menawarkan privasi yang tinggi bagi tamunya.

Sementara untuk fasilitas dan harga menurutnya tidak jauh berbeda.

Perry meyakini dugaannya tidak melenceng, sebab selain penelusuran, PHRI Bali juga menyocokkan dengan data DPMPTSP Bali yang menyebut pada tahun 2023 tingginya pembangunan hotel namun pada 2024 beralih dengan dominasi perumahan.

Mendengar hal ini, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa memastikan akan mengkaji persoalan pariwisata ini.

Ia melihat ada peran platform pemesanan digital yang melancarkan masuknya akomodasi ilegal untuk disewa, namun belum ada angka pasti jumlah akomodasi ilegal.

"Tujuannya kita bertemu untuk ini sekarang karena harus kesepakatan bersama antara pemerintah dan semua pentahelix untuk kemudian melakukan ini (penelusuran), kita harus berdasarkan data jadi penguatan data base ini akan kita kembangkan," kata Rizki. 7 ant
Read Entire Article